Disclaimer:
While these pieces might be inspired by specific people whose paths aligned with mine, they may not reflect how I actually feel at the moment as I write what I want, whenever I want, under no particular occasion.

"Apakah yang diharapkan bila tak ada tujuan? Mungkin hanya kesenangan yang membuat kita terus bertahan?"

Title from: Luluh - MALIQ & D'Essentials [Spotify | Youtube].

--

Layaknya kata cinta bagi banyak manusia di muka bumi, aku dulu kerap kali membagikan semesta bagi berbagai makhluk yang sempat singgah sebelum dirimu.

Bagiku tidak ada yang salah dari pernyataan tersebut; dengan keadaan yang tanpa diminta namun muncul dalam kehidupan seorang aku, menyebut seseorang bermakna cukup besar dengan semesta bukanlah hiperbola atau basa basi manis - semua tau aku begitu transparan dengan perasaan, dan dengan tanpa maksud berbohong, atau kehilangan kreativitas - untukku tahta tertinggi memang dipegang semesta, dan saat puncak adalah tempatku berpijak dalam titik tertentu, tentu tidak ada hal lain yang bisa ku katakan untuk menggambarkan keadaan selain diksi terpilih tersebut.

Dirimu, pun, adalah salah satu korban persinggahan semesta. Sebuah destinasi, walau kita berdua tau tanpa punya kemampuan untuk mengakui, bahwa tujuan tersebut bukanlah akhir bagi siapa pun yang terlibat. 

Semesta adalah kamu, saat itu.


Saat semua berakhir, layaknya bagan yang juga bernasib sama sebelumnya, gelar tersebut pindah - atau setidaknya berhenti berlabuh - selayaknya, sepatutnya.

Namun, sayangnya, makna semesta untukku juga berubah sejak itu.


Aku sempat bertanya apakah kamu percaya bahwa semuanya sudah diatur semesta - tentunya dengan makna berbeda walau dengan diksi yang sama. Aku sendiri pun tidak pernah jadi bagian dari pengabdi pernyataan itu - untukku, semua hal yang terjadi dalam hidup bukanlah kebetulan atau garis hidup semata. Variabel dari tiap pihak terlibat pasti mengakibatkan sesuatu terjadi - layaknya kamu dan aku, yang tentu tidak akan ada tanpa campur tangan pihak tertentu yang datang baik dengan disengaja atau sebaliknya.

Lucunya, saat pertanyaan tersebut terlontar, kamu pun juga berpikir hal yang sama - dengan penjelasan yang jauh lebih dalam dari semua makhluk yang pernah kuberikan situasi serupa. Tidak berhenti di situ, kamu juga mengungkapkan bahwa apa pun yang terjadi pada aku dan kamu, dan apa pun yang terjadi terhadap kita sejak pertama bertemu hingga entah keberapa putaran matahari selanjutnya, merupakan akibat dari pilihan dan keputusan yang kita berdua ambil dari berbagai kemungkinan yang bisa terjadi.


Kita pun tau betapa tidak idealnya apa yang ada di depan mata, dan di antara lusinan, puluhan, bahkan ratusan kemungkinan lainnya, tentu ada keadaan yang jauh lebih mudah dicerna bagi aku dan kamu atau bahkan pihak lain yang cukup menyaksikan dari luar. Kemungkinan dengan kedua ekstrim di masing-masing ujung spektrum, yang tentu jauh lebih memudahkan aku dan kamu untuk menjalani hidup tanpa adanya beban berkepanjangan.


Oleh karena itu, saat ku bertanya apakah semesta juga punya andil dalam tetap menjadikanmu semesta, kendati dengan dimensi yang tidak lagi stagnan dari apa yang pernah ada, kita berdua tau pertanyaan tersebut tidak jauh dari retorikal. Meski ku tetap menjagamu di dalam definisi yang sama, aku dan kamu tau, ada dua pihak yang tetap punya peran yang jauh lebih besar dari semesta untuk tetap menjadikanmu semesta, dalam segala definisi yang ada.


Berbekal keyakinan akan aku dan kamu punya kapasitas yang sama atas keadaan dengan makna semesta yang tidak lagi temporer sejak kehadiranmu; semesta bukan lagi sebuah kata yang mudah kubagikan saat sosok lainnya setelahmu tiba.


Bahwa semesta untuk si semesta akan tetap berlabuh di titik yang sama.


--


N.B: Berikut usahaku untuk mengulang sepucuk tulisan bertemakan hal serupa yang pernah ku tulis untukmu, walau ku yakin tidak dengan kualitas yang setaraf; meski tidak ada yang berubah dari tujuan keduanya.